Sabtu, 12 November 2011

Arti Sebuah Persahabatan


          Bagiku arti persahabatan adalah teman bermain dan bergembira. Teman yang sangat memahami apa kata hati ku. Aku juga sering berdebat saat berbeda pendapat. Namun mereka tetap menyayangiku. Anehnya, semakin besar perbedaan itu, aku semakin suka dan menyayanginya. Aku belajar banyak hal. Mulai dari hal-hal yang kecil, sampai masalah yang rumit sekalipun. Tapi mereka semua tetap ada disisiku untuk membantuku. Ada suatu kisah yang membuat aku berpendapat tentang arti sebuah persahabatan. Sebuah kisah yang dapat memahami arti yang sebenarnya dalam sebuah persahabatan.
            Esok mama dan papaku pergi lagi ke Bandung untuk menengok neneku yang sedang sakit. Mbo Darmi sepertinya juga akan pergi ke kampungnya untuk menikahkan anaknya. Alhasil, aku akan sendirian tinggal dirumah. Aku memang agak penakut. Namun aku harus mengatasi ketakutanku, karena aku sudah SMA. Tapi aku berencana, besok aku akan mengundang sahabat-sahabatku untuk menginap di rumahku. Pasti esok akan sangat menyenangkan.
            Paginya, tepat pukul tujuh, aku berpamitan ke papa dan mama untuk sekolah. mereka memberikan uang lebih untukku selama mereka pergi. Sepertinya mereka berangkat tepat jam delapan nanti. Aku pun pergi. Aku berjalan kaki menuju ke sekolah. sekolahku sangat dekat dengan komplek perumahanku. Hanya perlu 15 menit untuk sampai ke sekolah. saat itu, langit tampak gelap. Udara terasa sangat berat. Awan pun mulai meneteskan hujan. Aku mempercepat langkahku. Semakin cepat. Akhirnya aku pun sampai ke skolahku.
            Ketika aku sampai di depan gerbang sekolah, kulihat sahabat-sahabatku menungguku. Wajah mereka tampak senang melihat kehadiranku. Mereka adalah Bang Junet dan Dodi. Sebenarnya Bang Junet bernama Jonnathan Nasution, tapi ia lebih menyukai bila dipanggil Bang Junet. Ia sangat pemberani. Olahraga adalah keahliannya. Segala macam jenis olahraga ia kuasai. Hanya saja ia lemah dalam hal berhitung. Dodi adalah sahabatku yang jenius. Dialah yang paling pintar di antara kami bertiga. Ia sangat ahli dalam berhitung dan bahasa asing. Tiga bahasa asing dapat ia kuasai dengan mudah. Ia juga sangat pemberani. Namun ia selalu gugup jika harus menghadapi perempuan. Dan aku, aku hanya ahli dalam pelajaran fisika dan kimia. Aku juga orang yang sedikit penakut. Jika dibandingkan dengan mereka, aku bukan apa-apa. Namun mereka sangat suka bersahabat denganku.
            “Ben.... ayo cepat, hujan sudah mulai turun. Kau bisa kehujanan bila terus berada di situ.”panggil mereka.
            “Iya ini aku datang tunggu saja.”Aku mulai berlari ke arah mereka. Kami pun bersama-sama memasuki sekolah. Sungguh menyenangkan.
            Pelajaran pertama adalah Bahasa Indonesia. Pelajaran yang sangat tidak disukai Bang Junet namun disukai Dodi. Yah memang mereka sangat berlawanan. Saat itu Bu Endang guru bahasa Indonesia sedang tidak masuk karena sakit. Bang junet sangat senang. Tapi guru piket tetap memberikan tugas untuk dikerjakan di perpustakaan. Kami pun pergi ke perpustakaan. Ketika di perpustakaan, kami tidak mengerjakan tugas. Kami keasyikan mengobrol. Dodi menceritakan kejadian yang dialaminya tadi pagi. Ia bertemu dengan Lyla anak 11b anak dance. Betapa gugupnya Dodi ketika harus berjalan kesekolah bersamanya. Bang Junet juga menceritakan kejadiannya kemarin ketika pulang sekolah. ia bertemu dengan preman komplek yang sedang memalak anak SD. Bang Junet memang orang yang gampang naik darah jika melihat sesuatu yang tidak disukainya. Maka, ia pun langsung menghabisi preman itu. ia menunjukan luka hasil perkelahiannya dengan bangga. Ketika sedang asyik mengobrol, aku pun teringat dengan rencanaku tadi malam.
            “Hai kawan, aku baru ingat. Orang tuaku sedang pergi menjenguk nenekku yang sedang sakit. Di rumahku tidak ada orang hanya aku sendiri. Apa kalian mau menginap dirumahku? Kita akan menghabiskan malam dengan bermain.”
            “Wah betul?.... ayo...ayo aku mau. Pasti ini akan sangat menarik. Aku juga akan bawa kaset horror Thailand terbaru yang aku beli kemarin. Kita harus lihat ini!” seru Dodi dengan antusias.
            “Jangan...jangan menonton film horror. Kau tahu sendiri kan, Beni itu penakut. Dia pasti akan langsung kepikiran hal-hal lain setelah menonton itu. lebih baik kita bermain playstation saja. kau beli kaset baru apa Ben?” kata Bang junet.
            “Lihat saja nanti, kau pasti akan sangat terkagum. Ohh iya Dodi, kemarin pamanku mengirimkan aku novel berbahasa mandarin. Kau pasti akan sangat menyukainya. Supaya kau tidak bosan saat kami bermail playstation.”
            “Hmmm.... sepertinya bagus. Ya sudah aku ikut. Tapi sepertinya aku akan datang rada malam karena aku harus les terlebih dulu.”
            Setelah itu, bel pun berbunyi. Jam pelajaran berganti. Sekarang pelajaran olahraga. Sehabis ganti baju, kami langsung pergi ke lapangan. Lalu, pelajaran pun berganti, berganti dan terus berganti. Hingga waktu menunjukan pukul 2 siang, sekolah pun selesai. Kami pulang bersama-sama. Memang, rumah kami satu komplek, jadi kami selalu pulang bersama-sama.
            Selama perjalanan pulang, Bang Junet terus marah-marah dengan kejadian ketika istirahat. Ia masih kesal dengan kelakuan Jon yang sok berkuasa itu. Ia dan teman-temannya telah menghancurkan dagangan Mba Surti karena dianggap menggunakan bahan yang tidak baik dikonsumsi. Melihat kejadian itu, Bang Junet langsung memukul wajah Jon. Itu sebabnya mata sebelah kanan Jon biru. Walau sudah menghajarnya, Bang Junet belum merasa puas. Beberapa menit kemudian, aku pun sampai dirumahku. Aku pun berpamitan pada mereka.
            Aku pun memasuki rumahku. Aku langsung menuju ke kamarku. Kutaruh tas ku di samping meja belajar. Lalu aku berbaring sebentar di kasurku. Setelah itu, aku menuju ke kamar mandi untuk berendam. Sungguh nikmat rasanya berendam ketika merasa lelah. Setelah berendam, aku langsung memakai piamaku dan menyalakan AC. Lalu aku turun ke ruang makan untuk makan. Sepertinya sebelum pergi, mama menyediakan makanan terlebih dulu. Maka, aku hanya perlu menghangatkannya saja. setelah perut terasa kenyang, aku langsung naik ke kamarku lagi untuk mengerjakan pr yang tadi diberikan di meja belajarku. Entah karena kecapekan atau karena apa, aku tertidur. Ketika terbangun, aku terkejut melihat waktu menunjukan pukul 7 malam. Aku langsung naik ke tempat tidur dan melihat ke jendela. Beberapa menit kemudian, ku lihat pagar rumahku terbuka dan sedan hitam datang ke rumahku.
            Aku sangat bingung dan terkejut. Papa dan mama sedang tidak ada, tidak mungkin itu mereka. Lalu, kuberanikan diriku lagi untuk melihat ke luar. Kulihat 3 orang keluar dari dalam sedan itu. Aku bertambah bingung. Aku tidak mengenal mereka semua. Aku langsung berpikir bahwa mereka semua adalah pencuri. Aku langsung mengunci pintu kamarku. Aku bingung harus berbuat apa. Aku merasa sangat panik. Lalu aku pun melihat ponselku yang berada di atas meja. Langsungku ambil ponselku dan aku pun mulai menelpon Dodi. Dua menit terasa sangat lama. Keringat membasahi semua tubuhku. Dodi tetap tidak menerima panggilanku. Aku baru teringat ia sedang les saat ini. Lalu aku pun menelpon Bang junet. Ternyata, aku berhasil menelpon Bang Junet.
            “Haa...ha..halo Bang...ini aku Beni..” kataku sambil berbisik dan ketakutan.
            “Ya ada apa Ben?? Ini aku dan Dodi sedang menuju ke rumahmu. Maaf aku agak terlambat karena tadi aku habis menjemput adikku yang baru pulang. “ jawab Bang Junet.
            “Bang...cepat kesini bang...aku sangat takut...kulihat ada tiga orang pencuri memasuki rumahku. Mereka sangat menakutkan Bang. Tolong carikan bantuan. Sepertinya aku tidak dapat bertahan lama.”
            “Hah? Benarkah? Tunggu sedikit lagi Ben. Aku hampir sampai di rumahmu.”kata Bang Junet.
            Lalu pembicaraan kami pun terputus. Kulihat di ponselku, pulsaku tidak cukup untuk menelpon. Aku bertambah gugup. Kuambil selimut dan menutupi tubuhku dengan itu. aku merasa sangat takut. Dapat kurasakan baju yang kukenakan terasa basah karena keringat. Dadaku terasa sesak. Sulit sekali untuk bernapas. Beberapa menit kemudian, sesuatu mengetok-ngetok pintu kamarku. Aku bertambah takut. Keringat tambah deras bercucuran. Lalu terdengar suara Dodi memanggilku sambil berbisik.
            “Ben...kau didalam? Ini kami Dodi dan Bang Junet. Bisakan kau membukakan pintunya dan membiarkan kami masuk.”
            Rasa takutku berkurang. Ku beranikan diriku berjalan menuju pintu dan membukakannya. Ternyata benar, itu mereka. Aku langsung duduk letih. Jantungku berdegup keras. Aku sangat takut kalau itu bukan mereka. Lalu aku bertanya pada mereka.
            “bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Para pencuri itu sudah memasuki rumah ini.”
            “ya itu benar mereka memang sudah memasuki rumah ini. Kami masuk kesini melewati pintu belakang rumahmu. Sepertinya kau sangat ceroboh membiarkan pintu belakang rumah tidak terkunci.”
            Aku hanya dapat terdiam mendengar mereka. Lalu mereka langsung menariku ke luar kamar untuk menuju ke pintu belakang. Kami hanya bisa berlari pelan. Kami sangat ketakutan. Tapi akhirnya kami dapat menuju ke pintu belakang dan keluar dari rumah. Ketika di luar, Bang Junet dan Dodi memintaku untuk pergi ke pos satpam untuk mencari bantuan. Sementara aku pergi mencari bantuan, mereka mengawasi gerak-gerik pencuri dari luar. Aku berlari sekencang mungkin walau dadaku terasa sesak. Aku berlari dan terus berlari. Sampai akhirnya aku sampai di pos satpam. Satpam sangat panik mendengar penjelasanku dan langsung menaiki motor bersamaku menuju rumah. Ketika di perjalanan, kulihat mobil sedan hitam tadi berpapasan denganku. Aku bertambah khawatir. Satpam pun menaikan kecepatan agar cepat sampai. Ketika kami sampai di sana, kami sangat terkejut. Kulihat tangan dan kaki mereka terluka. Namun  kulihat mereka tersenyum kepadaku. Lalu aku pun langsung menuju ke arah mereka.
            “Tenang saja aku tidak apa-apa dan barang-barangmu semua. Sepertinya mereka terlalu panik hingga tidak sempat mengambil barang.” Kata Bang Junet.
            “Iya Ben.... kami tidak apa-apa, kami hanya terluka. Itu pun tidak parah.”jelas Dodi.
            “Tapi apa yang telah kali lakukan? Kenapa mereka pergi?”
            “Tadi kami berteriak maling, agar tetangga keluar dan menghentikannya. Tapi ternyata tetangga-tetangga tidak keluar. Lalu para pencuri itu pun panik dan salah seorang dari mereka mendatangiku. Dia berniat menusukku dengan pisaunya. Tapi aku berhasil menghindar dan mengenai tanganku. Lalu mereka kabur dengan mobil. Dan mobilnya menyerempet Dodi hingga terjatuh.” Kata Bang Junet.
            Aku terharu mendengar perkataan mereka. Tapi aku tidak berani nangis. Aku malu jika menangisi mereka. Aku pun hanya tertawa mendengar penjelasan mereka. Mereka rela mengorbantkan nyawanya demi sahabatnya. Aku pun langsung membawa mereka ke dalam dan mengobatinya. Lalu ku telpon orang tua mereka dan menjelaskan apa yang terjadi. Mereka sepertinya sangat lega mendengaranaknya hanya terluka ringan. Mereka sangat takut jika anak-anak mereka mati oleh pencuri tersebut. Aku dapat memetik sebuah pelajaran berharga dari peristiwa ini.
            Arti sebuah persahabatan yang sesungguhnya bukan sebagai teman bermain. Tapi teman yang mengerti semua maksud hatiku. Serta teman yang memahami ketakutan dan kelemahan diriku. Tidak ada orang yang rela mengorbankan dirinya jika bukan karena sahabatnya.

Tidak ada komentar: